Jumat, 13 Juli 2012

Ketimpangan Pembayaran Pajak Penghasilan

Pajak merupakan iuran wajib yang dibayarkan kepada pemerintah yang digunakan membiayai pengeluaran negara untuk kepentingan umum. Pembayaran pajak diwajibkan kepada orang pribadi ataupun badan yang telah memenuhi syarat subjek maupun objek pajaknya. Pemungutan pajak harus berdasarkan asas keadilan, dimana si pembayar pajak maupun si pemungut pajak sama-sama mendapatkan keuntungan dan tidak merasa dirugikan. Menurut asas Equality, pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu pajak dikenakan kepada orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak atau ability to pay dan sesuai dengan manfaat yang diterima. Namun asas ini tidak sesuai dengan realita yang terjadi. Pajak memang bersifat merata, namun tidak memperhatikan keadaan sesungguhnya Wajib Pajak. Seperti pada penghitungan pajak pasal 21. Pajak tersebut dihitung dari penghasilan bruto yang dikurangi dengan biaya jabatan (untuk Pegawai Tetap)  yang hasilnya dikalikan dua belas (dalam setahun) dan dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) lalu dikenakan dengan tarif pajak. Besarnya PTKP memang menyesuaikan dengan status dan juga jumlah tanggungan Wajib Pajak. Namun hal ini tidak memberikan suatu keadilan yang sebenarnya. Jumlah pengurangan (PTKP) yang diberikan kepada Wajib Pajak yang memiliki tanggungan memang lebih besar dibandingkan dengan yang tidak memiliki tanggungan dengan harapan tidak memberatkan Wajib Pajak yang memiliki tanggungan.
Ilustrasi :
Tn. Remus Lupin dan Tn. Sirius Black adalah seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bekerja di bidang yang sama dan dengan jabatan yang sama. Mereka mendapatkan gaji sebesar  Rp. 1.902.300 per bulan dan besarnya tunjangan adalah Rp. 1.650.000. Tn. Lupin sudah memiliki istri dan mempunyai tiga orang anak yang masing-masing sudah bersekolah di Perguruan Tinggi dan Sekolah Menengah Atas serta Sekolah Menengah Pertama. Sedangkan Tn. Black masih lajang. Mereka diwajibkan untuk membayar Pajak Penghasilan dikarenakan memenuhi kriteria untuk membayar pajak. Untuk menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21 Tn. Lupin dan Tn. Black adalah sebagai berikut :
PPh pasal 21 Tn. Remus Lupin status K III
Gaji                              1.902.300
Tunjangan                   1.650.000 +
Penghasilan Bruto       3.552.300
Biaya Jabatan               177.615 –
Penghasilan Neto        3.374.685
Selama satu tahun      40.496.220
PTKP                          21.120.000 –
PKP                             19.376.220
PKP dikenakan tarif sebesar 5%, maka pajak yang terutang adalah :
5% x 19.376.220 = 968.811

PPh pasal 21 Tn. Sirius Black status TK
Gaji                              1.902.300
Tunjangan                   1.650.000 +
Penghasilan Bruto       3.552.300
Biaya Jabatan                177.615 –
Penghasilan Neto        3.374.685
Selama satu tahun      40.496.220
PTKP                          15.840.000 –
PKP                             24.656.220
PKP dikenakan tarif sebesar 5%, maka pajak yang terutang adalah :
5% x 24.656.220 = 1.232.811

            Dari ilustrasi diatas, diperoleh pajak yang terutang oleh Tn. Lupin sebesar Rp. 968.811 sedangkan Tn. Black sebesar Rp. 1.232.811. Secara nominal, pajak yang harus dibayar oleh Tn. Lupin lebih sedikit dibandingkan dengan Tn. Black. Akan tetapi, dapat kita asumsikan bahwa penghasilan sebesar Rp. 40.496.220 yang diperoleh oleh Tn. Lupin dikurangi pajak yang harus dibayar yaitu sebesar Rp. 968.811 adalah Rp. 39.527.409 (penghasilan sebenarnya). Jumlah tersebut harus dibagi dengan satu orang istri dan tiga orang anak (Jadi, dalam satu tahun setiap orang dalam keluarga Tn. Lupin harus hidup dengan uang sebesar Rp. 7.905.481). Sedangkan Tn. Black penghasilan sebesar Rp. 40.496.220 dikurangi dengan pajak sebesar Rp. 1.232.811 adalah Rp. 39.263.409 (untuk satu orang dalam satu tahun). Perbedaan yang sangat mencolok pada keadaan ini, dimana Tn. Lupin harus menanggung beban yang cukup berat untuk mencukupi kebutuhan keluarga dan kebutuhan pendidikan anak-anaknya.

            PTKP yang bertujuan untuk meringankan beban kepada Wajib Pajak yang memiliki tanggungan tidak berfungsi secara maksimal. Seharusnya pengenaan tarif pajak bukan berdasarkan Revenue, melainkan berdasarkan Net Income. Seharusnya pajak dikenakan setelah dikurangkan dengan biaya-biaya yang pantas (biaya hidup, biaya pengobatan, biaya pendidikan, transport dll). Keadaan ini menunjukan bahwa pengenaan pajak yang dikenakan kepada masyarakat masih belum mencapai keadilan yang sebenarnya. Masih banyak yang harus diperbaiki dan dibenahi dalam penghitungan Pajak Penghasilan yang ditangguhkan kepada Wajib Pajak. Hal ini harus sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dalam masyarakat. Sehingga masyarakat merasa tidak terbebani dengan adanya pajak.


Daftar Pustaka
Waluyo. 2010. Perpajakan Indonesia.Jakarta : Salemba Empat.
depdagri.go.id

              
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar