Pajak
merupakan iuran wajib yang dibayarkan kepada pemerintah yang digunakan membiayai
pengeluaran negara untuk kepentingan umum. Pembayaran pajak diwajibkan kepada
orang pribadi ataupun badan yang telah memenuhi syarat subjek maupun objek
pajaknya. Pemungutan pajak harus berdasarkan asas keadilan, dimana si pembayar
pajak maupun si pemungut pajak sama-sama mendapatkan keuntungan dan tidak
merasa dirugikan. Menurut asas Equality,
pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu pajak dikenakan kepada
orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak atau ability to pay dan sesuai dengan manfaat
yang diterima. Namun asas ini tidak sesuai dengan realita yang terjadi. Pajak
memang bersifat merata, namun tidak memperhatikan keadaan sesungguhnya Wajib
Pajak. Seperti pada penghitungan pajak pasal 21. Pajak tersebut dihitung dari
penghasilan bruto yang dikurangi dengan biaya jabatan (untuk Pegawai Tetap) yang hasilnya dikalikan dua belas (dalam
setahun) dan dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) lalu
dikenakan dengan tarif pajak. Besarnya PTKP memang menyesuaikan dengan status
dan juga jumlah tanggungan Wajib Pajak. Namun hal ini tidak memberikan suatu
keadilan yang sebenarnya. Jumlah pengurangan (PTKP) yang diberikan kepada Wajib
Pajak yang memiliki tanggungan memang lebih besar dibandingkan dengan yang
tidak memiliki tanggungan dengan harapan tidak memberatkan Wajib Pajak yang
memiliki tanggungan.
Ilustrasi
:
Tn.
Remus Lupin dan Tn. Sirius Black adalah seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang
bekerja di bidang yang sama dan dengan jabatan yang sama. Mereka mendapatkan
gaji sebesar Rp. 1.902.300 per bulan dan
besarnya tunjangan adalah Rp. 1.650.000. Tn. Lupin sudah memiliki istri dan
mempunyai tiga orang anak yang masing-masing sudah bersekolah di Perguruan
Tinggi dan Sekolah Menengah Atas serta Sekolah Menengah Pertama. Sedangkan Tn.
Black masih lajang. Mereka diwajibkan untuk membayar Pajak Penghasilan
dikarenakan memenuhi kriteria untuk membayar pajak. Untuk menghitung Pajak
Penghasilan Pasal 21 Tn. Lupin dan Tn. Black adalah sebagai berikut :
PPh
pasal 21 Tn. Remus Lupin status K III
Gaji 1.902.300
Tunjangan 1.650.000 +
Penghasilan
Bruto 3.552.300
Biaya
Jabatan 177.615 –
Penghasilan
Neto 3.374.685
Selama
satu tahun 40.496.220
PTKP 21.120.000 –
PKP 19.376.220
PKP
dikenakan tarif sebesar 5%, maka pajak yang terutang adalah :
5% x 19.376.220 = 968.811
5% x 19.376.220 = 968.811
PPh
pasal 21 Tn. Sirius Black status TK
Gaji 1.902.300
Tunjangan 1.650.000 +
Penghasilan
Bruto 3.552.300
Biaya
Jabatan 177.615 –
Penghasilan
Neto 3.374.685
Selama
satu tahun 40.496.220
PTKP 15.840.000 –
PKP 24.656.220
PKP
dikenakan tarif sebesar 5%, maka pajak yang terutang adalah :
5%
x 24.656.220 = 1.232.811
Dari ilustrasi diatas, diperoleh pajak
yang terutang oleh Tn. Lupin sebesar Rp. 968.811 sedangkan Tn. Black sebesar
Rp. 1.232.811. Secara nominal, pajak yang harus dibayar oleh Tn. Lupin lebih
sedikit dibandingkan dengan Tn. Black. Akan tetapi, dapat kita asumsikan bahwa
penghasilan sebesar Rp. 40.496.220 yang diperoleh oleh Tn. Lupin dikurangi
pajak yang harus dibayar yaitu sebesar Rp. 968.811 adalah Rp. 39.527.409
(penghasilan sebenarnya). Jumlah tersebut harus dibagi dengan satu orang istri
dan tiga orang anak (Jadi, dalam satu tahun setiap orang dalam keluarga Tn.
Lupin harus hidup dengan uang sebesar Rp. 7.905.481). Sedangkan Tn. Black
penghasilan sebesar Rp. 40.496.220 dikurangi dengan pajak sebesar Rp. 1.232.811
adalah Rp. 39.263.409 (untuk satu orang dalam satu tahun). Perbedaan yang
sangat mencolok pada keadaan ini, dimana Tn. Lupin harus menanggung beban yang
cukup berat untuk mencukupi kebutuhan keluarga dan kebutuhan pendidikan
anak-anaknya.
PTKP yang bertujuan untuk
meringankan beban kepada Wajib Pajak yang memiliki tanggungan tidak berfungsi
secara maksimal. Seharusnya pengenaan tarif pajak bukan berdasarkan Revenue, melainkan berdasarkan Net Income. Seharusnya pajak dikenakan
setelah dikurangkan dengan biaya-biaya yang pantas (biaya hidup, biaya
pengobatan, biaya pendidikan, transport dll). Keadaan ini menunjukan bahwa
pengenaan pajak yang dikenakan kepada masyarakat masih belum mencapai keadilan
yang sebenarnya. Masih banyak yang harus diperbaiki dan dibenahi dalam
penghitungan Pajak Penghasilan yang ditangguhkan kepada Wajib Pajak. Hal ini
harus sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dalam masyarakat. Sehingga
masyarakat merasa tidak terbebani dengan adanya pajak.
Daftar Pustaka
Waluyo.
2010. Perpajakan Indonesia.Jakarta :
Salemba Empat.
depdagri.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar