Jumat, 13 Juli 2012

Pentingnya Pencantuman Harta Pada SPT


Surat Pemberitahuan atau yang biasa disingkat dengan SPT adalah surat wajib yang oleh Wajib Pajak (WP) digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pasal 3 Undang-Undang KUP juga menegaskan kewajiban bagi setiap Wajib Pajak  untuk mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka Arab, satuan mata uang rupiah, dan menandatangani serta menyampaikan ke Kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
            Pengertian “lengkap” pada penjelasan diatas yaitu memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan Objek Pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam SPT. Salah satu unsur tersebut adalah harta. Harta adalah barang (uang dan sebagainya) yang menjadi kekayaan, barang milik seseorang, atau kekayaan yang berwujud atau tidak berwujud yang bernilai dan menurut hukum dimiliki oleh perusahaan. Kewajiban pencantuman daftar harta pada SPT Tahunan PPh OP (Pajak Penghasilan Orang Pribadi) telah diwajibkan sejak pengisian SPT tahun 2001 yang disampaikan paling lambat 31 Maret 2002. Namun, pada kenyataanya masih banyak dari WP yang enggan untuk mencantumkan daftar hartanya sesuai dengan kondisi pada akhir tahun takwim (31 Desember). Alasannya beragam, ada yang mengatakan bahwa fiskus (pemungut pajak) tidak perlu mengetahui jumlah hartanya, yang penting kan setoran pajaknya. Ada juga yang berpikiran bahwa mencantumkan semua daftar harta secara lengkap dapat memancing fiskus untuk memeriksa dan memeras. Pendapat lain mengatakan, pengisian daftar harta secara lengkap dapat berpengaruh pada pajak-pajak harta yang belum dipajaki secara benar. Namun, apakah fungsi pencantuman daftar harta pada SPT?
            Daftar harta pada SPT digunakan oleh fiskus sebagai sarana untuk melihat pertambahan harta dari tahun ke tahun apakah rasional atau tidak bila dibandingkan dengan penghasilannya, sebagai sarana untuk mengungkap adanya kewajiban-kewajiban pajak yang lain berkaitan dengan harta, serta untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya penghasilan yang belum dikenakan pajak. Pencantuman harta pada SPT bukanlah semata-mata untuk menilai atau mengukur tingkat kemakmuran WP melainkan lebih menekankan  pada sisi kesadaran dan kepatuhan WP untuk membayarkan pajaknya yang terutang. Tidak dipungkiri bahwa sebenarnya manusia di dunia ini pada dasarnya tidak ingin membayar pajak.  Namun, suatu sistem perpajakan memaksa kita untuk membayar pajak dengan harapan akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat dan ketentuannya diatur menurut undang-undang.
            Masalah penting tidaknya pencantuman harta pada SPT memang menjadi tanda tanya besar bagi sebagian WP. Masih banyak orang yang bertanya-tanya untuk apa pengisian daftar kolom harta pada SPT. Tidak terlalu penting bagi mereka sehingga banyak yang menyepelekan karena masih kurangnya pengetahuan masyarakat  tentang pengisian serta maksud  dan tujuan pencantuman harta. Kegunaan pencantuman harta pada kolom SPT sebenarnya lebih cenderung dirasakan oleh fiskus, dan WP pun tidak merasakan akan pentingnya pencantuman tersebut bahkan mereka malah merasa dengan adanya pencantuman tersebut akan berdampak pada jumlah pajak yang harus dibayar menjadi bertambah besar dan secara otomatis akan memberatkan mereka.
            Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang dikenakan tarif dan menghasilkan besarnya pajak yang terutang oleh WP merupakan sesuatu yang menentukan dan perlu dipertimbangkan terkait dengan kebenaran, kepatuhan, kejujuran serta kesadaran bagi pembayar pajak apakah sudah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atau belum. Suatu kebanggaan dan harapan yang semua orang serta negara idam-idamkan untuk tercapainya ‘kesadaran membayar pajak’ guna meningkatkan kesejahteraan umum sehingga orang tidak lagi merasa terpaksa dan secara sukarela untuk membayar pajak.
            Harta sebagai salah satu sarana penimbun kekayaan seseorang yang bisa digunakan untuk kepentingan kehidupan sehari-hari maupun digunakan untuk kepentingan yang mendesak dan bersifat tidak tentu. Harta ini dapat diperoleh dari penghasilan setelah dikurangi dengan biaya-biaya kebutuhan yang bersifat pokok. Seseorang cenderung menggunakan uang (lebih) untuk diinvestasikan kedalam berbagai macam bentuk investasi. Dalam hal ini adalah barang (harta). Untuk memepermudah penjelasan, maka disajikan ilustrasi sebagai berikut :
Terdapat seseorang bernama Pandoyo yang memiliki beberapa rumah disejumlah daerah di ibu kota Jakarta. Yaitu di kawasan Pondok Indah, Serpong, Menteng. Selain rumah-rumah tersebut, Pandoyo juga memiliki Perkebunan Teh yang berada Sumatera. Di masing-masing  rumah Pandoyo terdapat tiga buah mobil dengan merk yang cukup terkenal yang digunakan untuk keperluannya serta keluarganya untuk berpindah dari satu rumah ke rumah yang lain. Pandoyo pun selalu menggunakan mobil yang berbeda setiap kali bepergian, karena Pandoyo termasuk orang yang mudah bosan.
Kasus  :
·         Pada akhir periode penyampaian SPT (31 Maret) Pandoyo mencantumkan semua daftar harta diatas dan penghasilannya sebesar Rp. 50.000.000,00.
Pada contoh kasus di atas pajak yang terutang oleh Pandoyo adalah sebesar 5% x Rp. 50.000.000,00 (asumsi Rp. 50.000.000,00 adalah PKP) yaitu sebesar Rp. 2.500.000,00. Terdapat kejanggalan terkait dengan kasus tersebut. Harta yang dimiliki oleh Pandoyo tidak seimbang dengan besarnya penghasilan yang didapat dan juga besarnya pajak yang harus dibayar. Bagaimana mungkin seseorang memiliki harta yang melimpah namun dari segi penghasilan yang biasa-biasa saja. Disebutkan lain jika Pandoyo mendapatkan harta tersebut hasil dari hibah atau warisan dan sejenisnya. Namun kemungkinannya sangat kecil, mengingat harta yang dimiliki Pandoyo sangat melimpah. Inilah tugas fiskus untuk memeriksa kebenaran pajak yang seharusnya terutang. Melalui data yang ada fiskus bisa mengetahui pajak yang sebenarnya terutang dan mengetahui sebenarnya penghasilan yang didapat oleh Pandoyo, apakah Pandoyo benar-benar mencantumkan penghasilannya sesuai dengan kenyataan yang ada atau Pandoyo menutup-nutupi keadaan yang sebenarnya dengan melakukan tindak ketidakjujuran. Di sinilah fungsi daftar harta sangat diperlukan yang digunakan untuk memeriksa keadaan yang sebenar-benarnya WP dan besarnya pajak yang harus dibayar sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya.
Pada dasarnya, WP cenderung selalu mencari celah agar bisa terhindar dari kewajiban membayar pajak. Begitu juga yang terjadi pada kasus Pandoyo, ada kemungkinan bahwa Pandoyo melakukan sebuah upaya untuk menghindar dari kewajiban membayar pajak. Namun, dalam hal ini berperan fungsi Pemeriksaan Pajak yang bertujuan salah satunya adalah memeriksa kepatuhan WP. Di Indonesia sendiri sistem pemungutan pajaknya yaitu self assesment dan witholding tax. Self assesment merupakan sistem pemungutan pajak dengan  WP memiliki hak yang tidak boleh diintervensi oleh pejabat pajak. WP menghitung, memperhitungkan, melaporkan dan menyetor jumlah pajak yang terutang. Wajib pajak diberikan kepercayaan, dan apakah WP tersebut menggunakan kepercayaan yang diberikan dengan baik atau tidak. Hal ini berkaitan dengan kepatuhan WP. Kepatuhan terhadap pajak sangat penting. Tercapainya tingkat kepatuhan WP yang tinggi akan dapat menjamin bahwa setiap warga negara telah memberikan kontribusinya dalam rangka pembangunan negara.
Kembali pada kasus Pandoyo yang kemungkinan besar berusaha melakukan penghindaran terhadap kewajiban pajak maka tingkat kepatuhannya masih rendah. Pandoyo masih belum mengerti akan pentingnya untuk membayar pajak. Terdapat ketidaklengkapan dan ketidakjelasan dalam pengisian SPT.
Tingkat kesadaran dan kepatuhan WP Orang Pribadi dan Badan masih terbilang sangat rendah.  Kondisi demikian dapat berakibat menurunnya potensi penerimaan negara dari pajak. Padahal, penerimaan perpajakan setiap tahun harus ditingkatkan. Pencantuman harta pada SPT sangatlah penting, dikarenakan data tersebut dibutuhkan sebagai salah satu cara untuk menguji kepatuhan serta kesadaran WP terhadap kewajibannya membayar pajak. Kesadaran dan kepatuhan ini juga akan berdampak pada penerimaan negara, dimana kita tahu bahwa penerimaan negara digunakan untuk pembangunan nasional. Sadar dan patuh akan pajak berarti sadar dan patuh terhadap cita-cita negara yaitu mensejahterakan masyarakat.


Daftar Pustaka
Waluyo. 2010. Perpajakan Indonesia. Jakarta : Salemba Empat.
http://kamusbahasaindonesia.org/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar