Jumat, 13 Juli 2012

SEBAB MASYARAKAT HARUS MEMBAYAR PAJAK


SEBAB MASYARAKAT HARUS MEMBAYAR PAJAK

                        Menurut Undang-undang no.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 Angka 1, ‘Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat’. Dari pengertian pajak di atas, bahwa pemungutan pajak yang dilakukan oleh pemerintah (pemungut pajak) kepada masyarakat (pembayar pajak) digunakan untuk keperluan negara. Adapun keperluan negara tersebut adalah untuk mewujudkan tujuan nasional yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alenia ke-empat yang berbunyi “.......melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.....”. Pengeluaran yang digunakan untuk keperluan negara bukan semata-mata untuk kepentingan sekelompok atau golongan tertentu saja, namun digunakan untuk kepentingan umum. Untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut negara membutuhkan dana yang tidak sedikit, oleh karena itu negara mengambil dana dari Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) yang bersumber sebagian besar berasal dari pajak untuk menutupi pengeluaran tersebut.

                        Dalam menyelenggarakan kegiatan kenegaraanya, Indonesia mengandalkan biaya yang bersumber dari pajak walaupun pendapatan negara tidak seluruhnya bersumber dari pajak. Jelas bahwa pembayaran pajak yang dilakukan oleh masyarakat digunakan untuk kemakmuran rakyat. Dari rakyat, untuk rakyat, oleh rakyat. Hampir tidak mungkin  negara yang membiayai semua kebutuhan masyarakatnya hanya dengan mengandalkan Sumber Daya Alam (SDA) atau Sumber Daya Manusia (SDM) maupun pendapatan lainnya yang bukan pajak mengingat potensi-potensi yang ada belum termanfaatkan dengan baik. Oleh karena itu, pemerintah mewajibkan Warga Negaranya untuk membayar pajak.

                        Hukum Pajak di Indonesia mempunyai hierarki yang jelas. Dasar yang digunakan pemerintah untuk mengatur masalah keuangan negara (pajak) yaitu Pasal 23A Amandemen UUD 1945 yang berbunyi “pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”. Kemudian pada undang-undang salah satu contohnya adalah Undang-Undang no.28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Serta Peraturan Pemerintah dan Keputusan Presiden. Baik kesemuanya itu adalah landasan hukum mengenai pemungutan pajak, dan kita sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) mau tidak mau harus mematuhi dan menaati peraturan tersebut karena bersifat mengikat dan memaksa.

                        Pajak memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Salah satu fungsi pajak adalah Fungsi Redistribusi yaitu fungsi yang menekankan pada pemerataan dan keadilan dalam masyarakat. Dalam hal ini, terdapat pengalihan kekayaan dari masyarakat yang berpenghasilan tinggi terhadap masyarakat yang berpenghasilan rendah karena adanya tarif progresif, yaitu tarif yang dikenakan kepada masyarakat yang memiliki penghasilan besar akan lebih besar dibandingkan tarif yang dikenakan kepada mayarakat yang mempunyai penghasilan lebih kecil . Pajak yang dikumpulkan oleh negara berasal dari semua golongan masyarakat dan nantinya pajak tersebut akan dialokasikan untuk kepentingan umum tanpa membeda-bedakan golongan masyarakat. Misal, Tuan Weasley meiliki penghasilan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan penghasilan yang dimiliki oleh Tuan Malfoy. Pada dasarnya kebutuhan yang diperlukan oleh Tuan Malfoy lebih besar dibandingkan kebutuhan yang diperlukan oleh Tuan Weasley walaupun kebutuhan yang diperlukan mereka dari negara adalah sama. Namun, secara tidak sadar bahwa Tuan Weasley menyumbangkan porsi yang lebih dibandingkan Tuan Malfoy akan tetapi manfaat yang diberikan oleh negara adalah sama. Mereka sama-sama mendapat perlindungan dari negara, sama-sama menikmati infrastuktur yang disediakan oleh negara, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi kita untuk tidak membayar pajak dan mempertanyakan untuk apa membayar pajak. Karena segala sesuatunya sudah diatur sedemikian rupa untuk kemakmuran rakyat.

                        Asas yang digunakan untuk pemungutan pajak berdasarkan keadilan. Menurut teori Gaya Pikul bahwa dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada jasa-jasa yang diberikan oleh negara kepada masyarakat berupa perlindungan jiwa dan harta bendanya. Oleh karena itu, untuk keperluan perlindungan, maka masyarakat akan membayar pajak menurut gaya pikul seseorang. Gaya pikul seseorang untuk membayar pajak adalah berbeda-beda. Sesuai dengan pendapatan yang dimilikinya. Oleh karena itu, pajak yang dikenakan kepada masyarakatpun juga berbeda-beda. Namun kepentingan yang diharapkan adalah sama.

                        Dari uraian di atas, kita ketahui bahwa terdapat hubungan timbal balik yang baik antara pemungut pajak dan pembayar pajak. Negara memungut pajak untuk keperluan pengeluaran negara yang digunakan untuk kemakmuran rakyatnya. Walaupun secara nominal pajak mengurangi penghasilan seseorang, namun dibalik itu semua terdapat manfaat yang sebesar-besarnya untuk kepentingan umum. Dari pajak sebagai ‘beban’ menjadi pajak sebagai ‘bantuan’.











Lampiran :
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia Tahun 2011 (Ringkasan)
(dalam miliar rupiah)
2011
RAPBN
APBN
A.  Pendapatan Negara dan Hibah
1.086.369,6
1.104.902
     I.  Penerimaan Dalam Negeri
1.082.630,1
1.101.162,5
         1.  Penerimaan Perpajakan
839.540,3
850.255,5
              a.  Pajak Dalam Negeri
816.422,3
827.246,2
              b.  Pajak Perdagangan Internasional
23.118
23.009,3
         2.  Penerimaan Negara Bukan Pajak
243.089,7
250.907
     II. Hibah
3.739,5
3.739,5
B.  Belanja Negara
1.202.046,2
1.229.558,5
     I.  Belanja Pemerintah Pusat
823.627
836.578,2
         1.  K/L
410.409,2
432.779,3
         2.  Non K/L
413.217,9
403.798,9
     II. Transfer Ke Daerah
378.419,2
392.980,3
         1.  Dana Perimbangan
329.099,3
334.324
         2.  Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
49.319,9
58.656,3
    III. Suspen
0
0
C.  Keseimbangan Primer
726,2
(9.447,3)
D.  Surplus/Defisit Anggaran  (A – B)
(115.676,6)
(124.656,5)
E.  Pembiayaan
115.676,6
124.656,5
     I.  Pembiayaan Dalam Negeri
118.672,6
125.266
    II.  Pembiayaan Luar negeri (neto)
(2.995,9)
(609,5)
Kelebihan/(Kekurangan) Pembiayaan
0
0





Daftar Pustaka

Waluyo. 2010. Perpajakan Indonesia. Jakarta : Salemba Empat.
Zulvina, Susi. 2011. Bahan Ajar Pengantar Hukum Pajak. Jakarta.
Undang-Undang no. 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Amandemen Undang-Undang Dasar 1945

                       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar